konten 1
konten 2
konten 3

Kamis, 04 Desember 2008

Terumbu Karang di Sungai Liat Rusak

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Bangka menilai kondisi terumbu karang di perairan daerah tersebut, terutama di Pulau Toti, rusak parah akibat ulah kapal-kapal nelayan asing asal Thailand yang menjarah ikan dengan menggunakan alat tangkap jenis trawl atau pukat harimau.
“Kapal-kapal Thailand sekarang ini memang tidak lagi berani menjarah ikan di Bangka, namun kegiatan penjarahan secara leluasa pada masa lalu mengakibatkan nelayan lokal kini merasakan dampaknya dengan berkurangnya populasi ikan di perairan tersebut,” ujar Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bangka Syarifuddin, di Sungai Liat, Rabu (26/11).
Menurut dia, pada masa lalu sebelum kapal asing yang menggunakan alat tangkap trawl memasuki wilayah terebut, hasil tangkapan nelayan lumayan banyak dan nelayan tidak perlu jauh-jauh berlayar jika ingin menangkap ikan. Saat ini, nelayan harus ke tengah laut sejauh 20-30 mil dari bibir pantai. Dahulu, hanya perlu menempuh 5 mil sudah banyak mendapatkan hasil tangkapan ikan yang relatif banyak.
Fungsi terumbu
Ia menjelaskan, fungsi terumbu karang sangat penting sebagai tempat ikan bermain dan berkembang biak agar populasi ikan bisa tetap banyak. Namun akibat kerusakan tersebut, kalangan nelayan menjadi resah. Apalagi proses pertumbuhan terumbu karang memerlukan waktu lama, artinya secara alami perlu waktu lama agar kondisi terumbu karang pulih kembali. Sementara dalam krisis sekarang ini, sumber daya kelautan dan perikanan merupakan tumpuan penyambung hidup, ujarnya.
Oleh karena itu, HNSI berharap pemerintah pusat dan daerah melakukan pembangunan terumbu karang buatan pada lokasi-lokasi tertentu tempat nelayan biasa menangkap ikan. Tujuannya agar berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.
Terkait program Dinas Kelautan dan Perikanan membuat terumbu karang buatan beberapa waktu lalu dinilai HNSI bukan pada lokasi dan posisi yang tepat karena dibangun di pinggir pantai yang tidak ada kaitan dengan kepentingan nelayan.
Nelayan kita biasa melaut sejauh 10 mil hingga 30 mil untuk menemukan titik-titik populasi ikan, sementara terumbu karang buatan posisinya hanya 3 mil dari bibir pantai atau bukan pada lokasi-lokasi di mana nelayan biasa menangkap ikan, ujarnya. Seorang nelayan, Edi Susanto, mengemukakan, kerusakan terumbu karang berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan karena tidak ada lagi lokasi-lokasi berkerumunnya ikan.
Menanggapi kondisi kerusakan terumbu karang di laut Bangka, pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perikanan Tangkap, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungai Liat, melalui pejabat setempat Rianto Ruswara mengatakan, akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait.
“Saya menyarankan masyarakat nelayan tetap bisa menjaga kelestarian habitat biota laut guna kelestarian lingkungan untuk kehidupan sekarang dan generasi yang akan datang” ujar Rianto. (ANTARA/BOY)

0 komentar: